Apa Itu Literasi Media?
Akhir-akhir ini kita sering mendengar adanya berita seorang anak di
bawah umur yg diculik dan diperkosa oleh orang yang baru dikenalnya
melalui situs jejaring sosial. Kita juga sering mendengar adanya berita
seorang anak kecil yang tewas ketika meniru adegan berbahaya yang
dilihatnya di televisi. Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran di
masyarakat. Dapat timbul angapan di masyarakat bahwa media kini telah
menjadi sesuatu yang berbahaya.
Untuk mencegah timbulnya kasus dan anggapan seperti di atas maka sangat
diperlukan adanya literasi media atau yang biasa dikenal dengan sebutan
awam “melek media”. Hal yang sebenarnya penting namun seringkali
terlewatkan saat kita tengah mengkaji suatu media. Banyaknya
kasus-kasus seperti di atas merupakan tanda bahwa tingkat literasi media
di masyarakat Indonesia masih sangat rendah.
Lalu
apa sebenarnya literasi media itu? Istilah literasi media mungkin belum
begitu akrab di telinga kita. Masyarakat mungkin masih terheran dan
kurang paham jika ditanya apa sebenarnya literasi media tersebut. Para
ahli pun memiliki konsep yang beragam tentang pengertian literasi media,
McCannon mengartikan literasi media sebagai kemampuan secara efektif
dan secara efesien memahami dan menggunakan komunikasi massa
(Strasburger & Wilson, 2002). Ahli lain James W Potter (2005)
mendefinisikan literasi media sebagai satu perangkat perspektif dimana
kita secara aktif memberdayakan diri kita sendiri dalam menafsirkan
pesan-pesan yang kita terima dan bagaimana cara mengantisipasinya.
Salah satu definisi yang popular menyatakan bahwa literasi media
adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan
mengkomunikasikan isi pesan media. Dari definisi itu dipahami bahwa
fokus utamanya berkaitan dengan isi pesan media.
Untuk
memahami definisi literasi media lebih mendalam sebaiknya dipahami pula
bahwa terdapat tujuh elemen utama di dalamnya. Elemen utama di dalam
literasi media adalah sebagai berikut:
1) Sebuah kesadaran akan dampak media terhadap individu dan masyarakat
2) Sebuah pemahaman akan proses komunikasi massa
3) Pengembangan strategi-strategi yang digunakan untuk menganalisis dan membahas pesan-pesan media
4) Sebuah
kesadaran akan isi media sebagai ‘teks’ yang memberikan wawasan dan
pengetahuan ke dalam budaya kontemporer manusia dan diri manusia sendiri
5) Peningkatan kesenangan, pemahaman dan apresiasi terhadap isi media.
(Silverblatt, 1995)
Bagaimana cara nya melakukan Literasi Media ?
Bisa dikatakan memahami dan memunculkan kecakapan individu dalam
menggunakan media adalah tujuan yang utama dalam kegiatan literasi
media. Tujuan ini lebih penting bila dibandingkan dengan tujuan
mengenalkan media atau pun menumbuhkan pemahaman kritis pada media.
Terdapat tujuh kecakapan atau kemampuan yang diupayakan muncul dari
kegiatan literasi media (Potter, 2004: 124),yaitu:
(1) Analyze/Menganalisa.
Kompetensi berikutnya adalah kemampuan menganalisa struktur pesan,
yang dikemas dalam media, mendayagunakan konsep-konsep dasar ilmu
pengetahuan untuk memahami konteks dalam pesan pada media tertentu.
Misalnya, mampu mendayagunakan informasi di media massa untuk
membandingkan pernyataan-pernyataan pejabat publik, dengan dasar teori
sesuai ranah keilmuannya. Kompetensi lainnya bisa diperiksa dengan kata
kerja seperti, membedakan, mengenali kesalahan, menginterpretasi, dsb.
(2) Evaluate/Menilai.
Setelah mampu menganalisa, maka kompetensi berikutnya yang diperlukan
adalah membuat penilaian (evaluasi). Seseorang yang mampu menilai,
artinya ia mampu menghubungkan informasi yang ada di media massa itu
dengan kondisi dirinya, dan membuat penilaian mengenai keakuratan, dan
kualitas relevansi informasi itu dengan dirinya; apakah informasi itu
sangat penting, biasa, atau basi. Tentu saja kemampuan dalam menilai
sebuah informasi itu dikemas dengan baik atau tidak, juga adalah bagian
dari kompetensinya. Di sini, terjadi membandingkan norma dan nilai
sosial terhadap isi yang dihadapi dari media.
(3) Grouping/pengelompokan
menentukan setiap unsur yang sama dalam beberapa cara: menentukan setiap unsur yang berbeda dalam beberapa cara.
(4) Induction/Induksi
menyimpulkan suatu pola di set kecil elemen, maka pola generalisasi untuk semua elemen dalam himpunan tersebut .
(5) Deduction/deduksi – menggunakan prinsip-prinsip umum untuk menjelaskan khusus
(6) Synthesis/sintesis – merakit unsur-unsur ke dalam struktur baru
(7) Abstracting/ abstrak
menciptakan
singkat, jelas, dan gambaran tepat menangkap esensi dari pesan dalam
sejumlah kecil kata-kata dari pada pesan itu sendiri.
Kecakapan
di atas sebaiknya juga diperkuat dengan aspek-aspek yang mesti dipahami
dalam kegiatan literasi media (Silverblatt, 1995: 13), yaitu:
- Proses
- Konteks
- Framework
- Produksi nilai
Proses di dalam aktivitas penguatan literasi media sangat
dipengaruhi oleh tujuan kegiatan tersebut. Bila tujuan dari kegiatan
literasi media adalah mengenalkan efek media, prosesnya tentu saja
mendahulukan mengakses isi pesan yang diasumsikan berefek tak baik.
Sementara itu, bila tujuan untuk mengenalkan aspek produksi, tentu saja
prosesnya melibatkan produksi dan semua aspeknya. Konteks juga sangat
berpengaruh pada kegiatan literasi media. Maraknya pembicaraan tentang
pornografi membuat kegiatan literasi media sebaiknya juga merujuk pada
kasus-kasus pornografi di media. Aspek framework terutama berkaitan
dengan aspek produksi. Kerangka pandang konten media mempengaruhi
kegiatan literasi media, terutama yang berkaitan dengan motif komersial.
Terakhir, kegiatan literasi media seharusnya menjadikan individu
khalayak media memiliki nilai tersendiri, mana konten media yang
dipandang baik dan dipandang buruk.
Literasi Media di Indonesia
Di Indonesia, kegiatan literasi media lebih didorong oleh
kekhawatiran bahwa media dapat menimbulkan pengaruh negatif. Mereka
yang prihatin dengan pola interaksi anak dengan media dan prihatin
dengan isi media yang tidak aman dan tidak sehat biasanya berasal dari
kalangan orangtua, guru, tokoh agama, LSM yang peduli dengan
perlindungan anak, perguruan tinggi, kelompok mahasiswa, dan sebagainya.
Mereka berusaha keras menemukan cara-cara yang bisa diterapkan dalam
mengurangi jam anak menonton TV, memilih tayangan, melakukan
pendampingan yang benar, dan melakukan sosialisasi melalui berbagai
forum.
Periode 1990 – 2000: Periode Mencari Bentuk
Untuk
menyederhanakan, perkembangan literasi media di Indonesia dapat dibagi
dalam dua periode, yakni periode 1990-2000 dan periode 2000-2010.
Tahun
1991, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) menyelenggarakan
sebuah workshop tingkat Asia-Pasific, tentang anak dan televisi di
Cipanas. Dalam salah satu pasal deklarasinya, dinyatakan bahwa “Untuk
maksud baik ataupun buruk, televisi ada di sekeliling jutaan anak.
Mereka menonton apa saja yang ada di televisi, dan televisi akan terus
menerus menimbulkan pengaruh dalam kehidupan anak di Asia baik fisik,
mental, emosi, dan perkembangan spiritualnya.”
Deklarasi
itu juga mengakui peran penting yang seharusnya dimainkan oleh
televisi dalam membantu tumbuh kembang anak yang baik, dan perlunya
dikembangkan media literacy di kalangan anak-anak.
Berbagai
forum seminar lainnya, lebih menekankan pada dampak televisi pada anak
dan bagaimana orangtua harus bersikap. Seminar-seminar ini banyak
diselenggarakan oleh berbagai institusi, sekolah, perguruan tinggi, dan
lain-lain. Forum seminar tersebut biasanya diselenggarakan selama satu
sesi atau setengah hari dengan tema-tema populer yang dibutuhkan oleh
orangtua dan guru. Pembahasan dalam forum tersebut dapat dikatakan
merupakan sepenggal dari kegiatan literasi media yang utuh.
Periode 2000 – 2010: Periode Pematangan
Pada
periode ini, masih banyak bentuk kegiatan literasi media seperti dalam
periode sebelumnya. Namun ada variasi berupa kegiatan kampanye literasi
media yang dilakukan oleh LSM maupun organisasi mahasiswa. Kegiatan
tersebut dilakukan melalui seminar pendek dan road show dengan
melibatkan anak-anak. Sayangnya, gerakan tersebut dilakukan secara
insidental dan kurang memikirkan bagaimana agar materi yang
dikampanyekan bisa berjalan terus.
Selain
itu, pada tahun 2002 untuk pertama kalinya dilakukan penerapan literasi
media melalui jalur sekolah yang menjadi mata pelajaran tersendiri.
Ujicoba ini dilaksanakan di SDN Percontohan Johar Baru 01 Pagi Jakarta
Pusat oleh YKAI.
Selanjutnya,
Yayasan Pengembangan Media Anak sejak 2006 hingga 2010 secara serius
melakukan ujicoba dan pengembangan literasi media dengan dukungan
UNICEF. Dalam ujicoba tahun 2008, dilakukan evaluasi program melalui pre
and post-test yang dilakukan oleh Tim Jurusan Ilmu Komunikasi FISIPOL
Universitas Diponegoro.
Kenapa kita butuh Literasi Media?
Literasi media sangat dibutuhkan agar masyarakat menjadi cerdas.
Masyarakt harus memiliki kemampuan untuk mengakses, menganalisis,
mengevaluasi dan mengomunikasikan pesan, sehingga dapat memilih mana
media yang baik dan mana yang buruk
Demokrasi
saat ini akan sulit ditegakkan, jika masyarakatnya tidak melek media.
Media massa, sebagai salah satu pilar demokrasi, dapat berperan optimal
jika masyarakatnya melek media. Bagaimana melek media bermanfaat bagi
orang awam? Dalam era teknologi informasi yang berkembang demikian
cepatnya, dimana kita sekarang sedang dikepung dan dibanjiri oleh
informasi, tidak ada cara lain selain “masuk” terlibat di dalamnya,
dalam kehidupan kita sehari-hari. Tidak ada jalan keluar, jalan lain
untuk lari dari “kejaran” informasi. Kita membutuhkan informasi untuk
mampu bertahan di era ini, demikian juga kita harus mampu memproduksi
informasi dengan benar.
Sumber:
Potter, W. James (2004). Theory of Media Literacy: A Cognitive Approach. London: Sage.Potter, W. James (2005). Media Literacy. Third Edition. London: Sage.
Silverblatt, Art (1995). Media Literacy: Keys to Interpreting Media Messages. London: Praeger.
http://www.kidia.org/news/tahun/2011/bulan/02/tanggal/09/id/187/
http://melekmedia.org/kajian/literasi-baru/apa-dan-mengapa-media-literacy-melekmedia/
http://sadidadalila.wordpress.com/2010/03/20/media-literasi/
0 komentar:
Posting Komentar